Wednesday, April 16, 2014

Silaturahmi Caringin Tilu - Episode 2

--- Silahturahmi Caringin Tilu - Episode 1 ---

Pada akhir cerita sebelumnya saya sudah sampai di lokasi pada jam 12.50 dengan selamat dan disambut dengan salam hangat dari Mang Dedi.

Dengan didahului dengan senyuman ramahnya Beliau mengajak saya untuk duduk di salah satu saung yang ada di lokasi dan menanyakan bagaimana perjalanan saya menuju ke Bandung. Setelah cerita panjang lebar mengenai perjalanan saya lalu datang salah satu orang Pramusaji dan menanyakan apakah saya ingin memesan makan atau minum. Berhubung masih agak kenyang karena Sate Maranggih, saya putuskan untuk memesan secangkir kopi hangat.

Pembicaraan berlanjut mengenai lokasi yang sedang kami kunjungi. Dari Mang Dedi, yang ternyata tinggal tidak jauh dari Warung Caringin Tilu, hanya berkisar 1 km, saya diberitahu bahwa jika malam pemandangan dari lokasi sangatlah indah. Kota Bandung akan terlihat bagaikan lautan lampu ditambah dengan udara yang sangat sejuk, sudah pasti tempat ini menjadi salah satu lokasi yang direkomendasikan jika ingin mencari suatu suasana yang berbeda untuk sekedar bersantai ataupun 'mencoba lari' sejenak dari kepenatan akibat aktifitas sehari-hari.

Tidak terasa waktu berlalu dan satu persatu Sahabat Nusantaride yang tinggal di daerah Bandung dan sekitarnya mulai berdatangan seperti Om Doni, Om Angga, Om Yudha, Om Buyung serta Om Jaka, dan Om Riva beserta Istri yang datang dari Jakarta serta beberapa Sahabat lainnya.

Sekitar jam 14.00 Pakde Riza dan Mas Bimo tiba dilokasi. Perbicangan makin ramai dan penuh dengan gelak dan tawa. Suasana santai dan penuh keakraban sangat terasa. Makanan dan minuman hangat maupun dingin silih berganti datang ke meja di saung kami. Sayapun sempat memesan nasi goreng spesial Warung Caringin Tilu. Sungguh nikmat rasanya menyantap sepiring nasi goreng hangat ditemani gelak tawa Sahabat dan disuguhkan sebuah pemandangan dari atas Kota Bandung yang sangat indah.

Waktu beranjak semakin sore. Om Doni sudah tidak tampak di lokasi karena sudah pamit pulang lebih dulu karena tepat hari itu adalah hari jadi pernikahan Beliau. Saya mengucapkan selamat dan salut kepada Om Doni yang sempat-sempatnya mengunjungi lokasi hanya untuk bertatap muka dan bersendagurau walaupun hanya sesaat. Om Riva dan Om Jaka menyusul pamit sekitar jam 16.30 untuk menyicipi pemandangan dari Bukit Moko yang memang tidak jauh lagi dari lokasi.

Setelah Om Riva dan Om Jaka hilang dari pandangan, perbincangan berlanjut mengenai bagaimana menulis "Ride Report" yang baik. Pakde Riza dengan sabar membagi ilmu menulisnya dan kami di sana mendengarkan dengan sangat seksama. Hasil dari perbincangan ini terlihat beberapa hari setelahnya karena setelah sharing mengenai penulisan tersebut beberapa Sahabat Nusantaride sibuk membuat "Ride Report" termasuk saya :D.

Melirik jam di tangan ternyata sudah jam 17.00. Saya harus bersiap pulang karena memang tidak berencana untuk menginap di Bandung walaupun sleeping bag sudah masuk di dalam sidebox. Saya berdiri lalu mengucapkan maaf karena harus pamit terlebih dahulu. Sebelum saya sempat menyelesaikan kalimat saya, Pakde Riza berkata "Enggak boleh" dan langsung disambut gelak tawa dari para Sahabat Nusantaride. Sayapun tertawa namun tetap bersiap untuk pulang. Setelah mengenakan jacket dan membereskan barang-barang, saya bersalaman dengan semua yang ada di lokasi.

Tepat jam 17.20 saya mulai menyusuri jalan menurun dari Warung Caringin Tilu, menikmati hembusan angin saat melewati flyover Pasupati dan menyempatkan mampir ke salah satu gerai Prima Rasa di daerah Pasir Kaliki. Keluar dari gerai tersebut, terlihat cahaya sang mentari mulai memudar berganti malam.

Saya pelintir gas 'Black Magic' meninggalkan keindahan Kota Bandung di belakang.Kemacetan sedikit terasa di ruas Jalan Raya Caringin dan juga sebelum memasuki pasar di daerah Padalarang. Selepas dari pasar tersebut jalanan terasa bersahabat. Kemacetan justru terjadi pada arus jalan menuju Kota Bandung. Tikungan demi tikungan di daerah bukit kapur Padalarang saya lahap dan sepertinya sahabat perjalanan saya ini mengerti keinginan penunggangnya untuk 'menari' di ruas jalan ini.

Sedang asiknya menikmati tikungan demi tikungan, kelokan demi kelokan, saya merasakan ada yang aneh saat saya menekan tuas rem depan. Terasa seperti komsteer yang kurang kencang. Saya berpikir, "Ah... ini hanya komsteer-nya saja yang kurang kencang, nanti coba dicek saja saat isi bensin". Lepas dari daerah Padalarang saya memasuki Kota Cianjur dan motor langsung  saya arahkan ke arah Puncak. Sebelum memasuki Puncak saya menyempatkan diri untuk mengisi bahan bakar dan sekedar beristirahat sebentar sekaligus mengecek kondisi kendaraan saya.

Saya coba ayunkan beberapa kali shockbreaker depan namun tidak terlihat keganjilan. Saya coba berjongkok di depan motor dan cermati berkali-kali dan ternyata kampas rem depan yang bermasalah. Satu buah baut pengunci kampas rem ternyata hilang. "Waduh, masalah apa ini? Jangan ngambek dong sayang" ujar saya sambil mengusap kening (baca : fairing) 'Black Magic'.   

Setelah mencoba lihat kiri kanan dari POM tersebut dan ternyata tidak ada bengkel terlihat, akhirnya saya putuskan tetap melanjutkan perjalanan. Kondisi jalan lancar, namun setelah melewati Puncak Pass terlihat antrian kendaraan yang menuju ke arah Cisarua. Di sini baru terjadi sebuah kejadian yang cukup membuat saya deg-degan. Persis sebelum melewati pintu masuk Perkebunan Teh Gunung Mas terdengar bunyi "bletak" yang cukup keras dari arah depan motor saya disusul dengan hilangnya cengkraman rem di roda depan. Alhamdulillah respon saya cukup cepat menanggapi kejadian tersebut dan langsung mengurangi kecepatan dengan mengandalkan rem belakang. Dalam hari saya berucap "Pasti kampas rem depan yang tadi longgar akhirnya copot juga". Namun berkecamuk dalam pikiran saya bagaimana caranya kampas tersebut bisa copot karena ahrusnya ada satu baut lagi yang masih memegang? "Ah... ini gak apa-apa, masih ada rem belakang" ujar saya dalam hati. Tekad saya untuk melanjutkan perjalanan hampir harus saya bayar mahal saat tiba-tiba dari arah berlawanan ada bus yang berjalan agak ke kanan jadi posisinya agak memepet ke saya dan saya harus segera mengerem untuk dapat masuk di antara dua mobil di sebelah kiri saya. "Ciiiitttttttt..." bunyi berdecit dari ban belakang saya saat harus melawan gaya gravitasi dan momentum motor. Alhamdulillah saya masih dilindungi oleh Allah S.W.T dan tanpa pikir panjang saya meminggirkan motor saya dan berhenti sejenak di tempat aman untuk menenangkan diri. Hampir saja saya jadi perkedel karena kecerobohan saya yang menganggap enteng fungsi dari rem depan.

Berhenti sekitar 15 menit saya putuskan untuk melanjutkan perjalan menggunakan lajur kiri dan sambil mencari bengkel motor terdekat. Persis sebelum masuk Pasar Cisarua terlihat sebuah bengkel motor yang cukup kecil, terbuat dari papan-papan kayu yang sederhana dan saya putuskan untuk berhenti di bengkel tersebut. Ternyata walaupun kecil, bengkel tersebut memiliki persediaan sparepart motor yang cukup lengkap. Satu set kampas rem depan saya tebus hanya dengan 3 lembar uang 10 ribu. Setelah saya bayar, sang pemilik bengkel menanyakan apakah mau dipasangkan juga, saya jawab "Iya Pak, tolong pasangkan sekalian yah Pak" namun setelah beliau melihat motor saya dia menjadi ragu untuk membongkarnya dan berkata "Wah Pak, ini motor apa yah? Saya gak paham menggantinya. Apakah Bapak yakin kampas rem depannya sama dengan kampas rem yang Bapak beli?". Saya mencoba meyakinkan sang Bapak pemilik bengkel namun Beliau tetap bersikukuh takut salah kalau mencoba membongkarnya. Saya hanya bisa tersenyum dan mencoba memahami ketakutan Beliau dan berkata "Iya Pak, gapapa kok... biar saya saja yang bongkar". Setelah 15 menit berlalu rem depan saya dapat berfungsi dengan baik kembali. "Baik Pak, saya permisi... terima kasih yah Pak" ucap saya dan dibalas "Baik Pak, hati-hati di jalan". Saya layangkan senyuman dan Beliau membalasnya.

Saya tancap gas dan tanpa terasa saya sudah memasuki Kota Bogor dan di pertigaan Baranangsiang saya lihat jam sudah menunjukan pukul 22.30. Saya lanjutkan perjalanan saya meninggalkan Kota Bogor yang terlihat padat untuk arus yang menuju ke arah Puncak. Memasuki pasar Parung agak tersendat karena ternyata masih ada sisa-sisa kemacetan padahal jam sudah menunjukan jam 23.00 lewat.

Akhirnya sekitar jam 23.30 saya tiba di depan pagar rumah dengan selamat. Klakson 2 kali, tidak lama kemudian Istri saya keluar dengan senyumannya. "Alhamdulillah sampai juga" ucapnya. Buka pagar lalu masukan motor ke kandangnya, copot sidebox dan keluarkan isinya. Istri tersenyum senang karena cheese roll Prima Rasa kesukaannya tidak lupa saya belikan.

Duduk di teras rumah sambil membayangkan perjalanan yang hari ini saya lakukan. Senyum bersahabat dan sambutan hangat dari para Sahabat Nusantaride Bandung, indahnya Caringin Tilu walaupun saya tidak sempat menikmati saat malam, sedikit 'insiden' kampas rem depan yang menyadarkan saya akan banyak hal. Semua hal tersebut tidak akan saya lupakan. Saya harus ke Bandung lagi untuk mengulang semua kegembiraan yang saya alami. Semoga di kesempatan lain kali tersebut tidak terjadi lagi 'insiden' seperti yang saya alami ataupun 'insiden-insiden' lainnya.

Terima kasih yang sangat besar saya haturkan untuk Sahabat Nusantaride Bandung yang sudah menerima saya, Teman Admin lainnya, dan beberapa Sahabat Nusantaride Jakarta yang juga menyempatkan ikut hadir di Bandung. Terima kasih juga untuk Pakde Riza dan Mas Bimo yang udah mau bergabung untuk membagi ilmunya dalam hal penulisan 'Ride Report'  

Sampai bertemu Sahabat di kesempatan berikutnya.

--- Nusantaride... meet friends that we haven't meet yet ---

No comments:

Post a Comment